Lebih dari 1.200 ilmuwan mendukung sebuah surat di Jurnal The Lancet yang menyatakan bahwa rencana pemerintah Inggris untuk mencabut seluruh pembatasan kegiatan masyarakatnya, atau di Indonesia dikenal dengan PPKM, per hari ini, Senin 19 Juli 2021, sebagai sebuah ‘eksperimen yang tidak etis’. Rencana itu dinilai memberi ancaman serius untuk dunia.

Surat itu menyatakan bahwa menghapus pembatasan saat tingkat infeksi Covid-19 sedang meninggi dapat meningkatkan peluang berkembangnya varian baru virus corona yang resisten terhadap vaksin. Meyakini langkah pemerintahnya itu berbahaya dan serupa eksperimen yang tidak etis, surat itu menyerukan agar rencana mencabut aturan pembatasan, termasuk melepas masker dan membebaskan kerumunan, ditunda.

“Karena posisi kita sebagai hub perjalanan global, setiap varian yang menjadi dominan di Inggris hampir dapat dipastikan akan menyebar pula ke bagian lain di dunia,” kata Christina Pagel dari University College London dalam sebuah pertemuan darurat ilmuwan dan dokter pada Jumat, 16 Juli 2021.

Para pemimpin kesehatan masyarakat dari seluruh dunia bergabung dalam sikap mengkritik rencana pemerintah Inggris. Termasuk di antaranya adalah Michael Baker dari University of Otago, Selandia Baru. Otago adalah juga anggota tim penasihat teknis Covid-19 di Kementerian Kesehatan negara itu.

Menurutnya, Selandia Baru selalu berkiblat ke Inggris jika itu berurusan dengan kepakaran ilmiah. “Itu sebabnya menjadi luar biasa kalau negara ini (Inggris) tidak mengikuti bahkan prinsip-prinsip kesehatan masyarakat yang mendasar,” kata Baker. José Martin-Moreno dari University of Valencia, penasihat senior di Badan Kesehatan Dunia atau WHO menilai senada. “Kami tidak mengerti kenapa ini terjadi padahal kalian memiliki pengetahuan ilmiahnya.”

Yang lain memperingatkan kalau kebijakan pemerintah Inggris itu berpotensi ditiru oleh pemerintahan di negara lain. Ini seperti yang dicemaskan William Haseltine, eks peneliti di Harvard Medical School dan seorang peneliti Aids yang kini memimpin Access Health International, sebuah organisasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat.

Kecemasan datang dari banyak negara setelah Profesor Chris Whitty, ketua tim medis di pemerintahan Inggris, memperingatkan pada Kamis kalau angka rawat inap di rumah sakit karena kasus Covid-19 bisa melonjak dalam hitungan minggu. Pemicunya adalah Covid-19 varian Delta dan pencabutan aturan pembatasan.

Menurut Whitty, jumlah pasien di rumah sakit telah berlipat ganda setiap tiga pekan dan jumlahnya yang masih rendah saat ini bisa meningkat ke level yang serius hanya dalam beberapa bulan ke depan. Saat ini, penambahan kasus baru di negara itu sudah yang tertinggi sepanjang enam bulan terakhir. Sedang angka kasus aktif dan kematiannya tertinggi sejak Maret.

Pada Minggu, atau sehari dari rencana pencabutan pembatasan, Inggris bahkan mencatat angka kenaikan jumlah kasus baru Covid-19 tertinggi di dunia, yakni 48.161. Angkanya melebihi Indonesia–yang disebut-sebut menjadi episentrum penularan Covid-19 dunia saat ini–yang sebesar 44.721 kasus baru pada hari yang sama.

Sementara itu, Downing Street masih bersikukuh untuk rencananya tersebut. Senjata yang disiapkan pemerintahan Inggris adalah percepatan vaksinasi. Diharapkan itu akan menjaga warganya dari gejala berat Covid-19 sekalipun aturan pembatasan dicabut.

NEW SCIENTIST | GUARDIAN | FORBES

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *