Jangan samakan perundungan dengan sekedar bercanda. Psikolog klinis dewasa dari Universitas Indonesia, Pingkan Rumondor, menjelaskan batasan antara tindakan sebatas bercanda dan masuk kategori perundungan atau bullying.
“Bullying dilakukan sengaja dan berulang-ulang. Misalnya, terjadi selama enam bulan hampir setiap hari untuk mengintimidasi atau menyakiti orang lain,” ujarnya.
Pingkan menekankan tiga hal ketika berbicara perundungan, yakni sengaja, berulang-ulang, dan ada ketidakseimbangan kekuasaan, misalnya ada salah satu pihak yang merasa superior atau lebih tinggi dan lainnya merasa inferior. Sementara tindakan disebut bercanda bila antara pihak yang terlibat sama-sama bisa menikmati, senang, bisa melihat di mana kelucuan bahan candaan dan tidak ada yang tersakiti.
“Kalau bullying, salah satu akan merasa tersakiti, merasa direndahkan, dan sebenarnya yang bercanda melakukan bullying, di balik kata bercandaan dia melakukan dengan sengaja menyakiti,” kata Pingkan.
Contoh perilaku bullying antara lain menyebarkan gosip, berlaku secara tidak adil, mengejek dan merendahkan, sengaja mengisolasi orang. Tetapi yang bukan termasuk tindakan negatif ini yakni satu konflik terjadi sekali dan mutasi berdasarkan kompetensi.
Mereka yang terlibat dalam perundungan, antara lain pelaku, saksi atau yang melihat, dan target atau orang yang diposisikan lebih rendah. Berbicara target, biasanya sosok-sosok berbeda dari mayoritas di mana bullying terjadi.
Terkait saksi, seringkali bila mereka tak paham cara bertindak yang tepat saat bullying terjadi maka cenderung diam. Penyebabnya bisa beragam.
“Ketika semakin banyak yang melihat akhirnya ada semacam rasa berbagi tanggung jawab, yang melihat itu akan tunggu-tungguan siapa yang menegur duluan. Saksi ini penting supaya dia bisa melakukan sesuatu, kadang-kadang ada efek seperti itu,” kata Pingkan.
Pada masa pandemi Covid-19, tindak perundungan bukan berarti tak terjadi sama sekali, misalnya di tempat kerja. Pingkan mencontohkan perundungan bisa dialami seseorang via telepon, rapat online, misalnya dengan peserta yang melontarkan komentar mengandung unsur melecehkan, email berisi gosip. Suatu penelitian pada 2020 yang dilakukan satu organisasi menunjukkan angka responden mengeluhkan pelecehan dan direndahkan berbasis gender, etnis, dan usia meningkat di masa pandemi.
“Pandemi ini meningkatkan (kejadian perundungan) sekalipun konteksnya di online,” kata Pingkan.